Inilah Kesamaan Budaya Antara Hadhramaut Dengan Madura

Kesamaan Budaya Antara Hadhramaut Dengan Madura
Awal saya tiba di Kota Mukalla, Provinsi Hadramaut - Yaman ada banyak keserupaan yang saya temukan antara Hadramaut dan Madura, baik dari sisi metode pembelajaran Agama, pakaian, mata pencaharian, transportasi dan budaya.

Sejak awal saya memasuki Masjid Imam Shafie yang tak lain adalah Masjid Kampus dan terbuka pula untuk umum, di situ menjelang Maghrib telah berbaris anak-anak yang masih sekolah tingkat SD sampai SMA untuk mempelajari ilmu Agama.

Mereka -sebagaimana yang saya amati setiap kali memasuki Masjid- berbaris antri untuk bergantian mengaji ke Ustadz, bedanya mereka menyetor hafalan Al-Qur'an sedangkan di Madura hanya sebatas pada tahap mempelajari kaidah membaca Al-Qur'an sesuai Ilmu Tajwid serta mengkaji Tafsir per ayatnya sebagaimana dahulu yang saya alami di Kampung Trebung, Desa Taman, Kec. Sreseh, Kab. Sampang - Madura. Di mana setiap anak berbaris mengantri satu persatu bergantian menghadap ke Ustadz. Sungguh suasana yang saya saksikan di Masjid Imam Shafie mengingatkan masa kecil saya ketika belajar di Musholla dan Masjid.

Di sisi lain ketika saya mengikuti kegiatan pembelajaran Agama di Ribath Imam Shafie dengan cara membuat Halaqah (lingkaran) dengan Ustadz duduk bersender di Mihrab/Tiang/Tembok, sedangkan santri melingkar dari kanan ke kiri. Persis yang saya alami ketika belajar di Masjid Darus Salam di Kampung Trebung, baik itu pelajaran Al-Qur'an, Tafsir, Fiqih, Aqidah, Nahwu, Manaqib dll.

Di sisi lain untuk materi pembelajarannya nyaris sama, seperti penggunaan Kitab Safinatun Najah untuk Pelajaran Fiqih tahap awal, Aqidatul Awam untuk Pelajaran Tauhid, Al-Jurumiyah untuk Pelajaran Nahwu, Tuhfatul Athfal atau Hidayatush Shibyan untuk Pelajaran Tajwid dll.

Kemudian ada Tradisi yang sama pula saat selesai mengkaji sebuah Kitab atau yang lebih akrab dikenal dengan istilah "Khataman". Maklum kita ketahui sebagaimana lazimnya terjadi di Indonesia khususnya di Madura saat dulu saya mengaji Kitab di Masjid, setiap menamatkan satu kitab selalu kami mengadakan Tasyakkuran entah dengan menyembelih ayam atau beli ayam potong untuk dimasak atau dibakar disertai panjatan do'a sebelum acara makan-makan berlangsung. Nah, ini pula yang saya temukan di Hadramaut ketika beberapa waktu lalu menghatamkan Kitab, teman-teman di Kampus yang juga Pesantren ini menghadirkan snack dan roti yang ditemani jus di sela-sela pembacaan do'a Khataman.

Itu baru sepintas beberapa keserupaan dan kesamaan yang saya temukan dalam segi Pembelajaran Agama. Ada pula beberapa kesamaan seperti yang saya sebutkan di awal keserupaan itu ditemukan pula dalam segi pakaian, mata pencaharian, transportasi dan budaya.

Jika kita pergi ke Pasar Blega, sebuah Pasar yang terletak di timur Kabupaten Bangkalan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sampang, di mana kita akan banyak menemukan pemandangan orang-orang yang ada di pasar baik itu penjual maupun pembeli masih banyak yang mengenakan sarung dan baju lengan panjang atau baju hem. Hal ini pula-lah yang saya temukan di Hadramaut baik di Kota Mukalla maupun Kota Tarim, di mana kebanyakan orang-orang yang berada di pasar mayoritas mengenakan sarung dan baju lengan panjang, tak jauh beda yang saya temukan di Madura. Bahkan tukang di Hadramaut juga mengenakan Sarung saat mereka bekerja begitu juga ketika masyarakat di sini bertani. Teringat ketika dahulu saya mencangkul di ladang, sedangkan sarung masih setia menemani pekerjaan mencangkul.

Untuk mata pencaharian mayoritas masyarakat Hadramaut adalah bertani, baik itu berladang maupun beternak. Hanya saja jenis tanamannya tak sama antara Hadramaut dengan Madura. Selain bercocok tanam, kebanyakan masyarakat Hadramaut berjualan di Pasar yang kebanyakan dari apa yang mereka jual adalah hasil cocok tanam khususnya biji-bijian. Hal ini juga tak beda jauh dengan masyarakat Madura yang masih sangat Tradisional dalam mata pencahariannya.
 
Dalam hal bertransportasi sebagaimana saya alami selama tinggal di Madura teramat susah sekali untuk menjangkau beberapa wilayah yang masih terbilang pedesaan, karena hanya jalan besar saja yang di situ ditemukan kendaraan umum, itupun bukan Angkot bukan pula Taxi. Begitu pula ketika saya sampai di Hadramaut khususnya Kota Tarim, untuk menjangkau beberapa Wilayah penting terkadang harus menyewa Mobil karena kendaraan umum yang tak melintasinya.

Dalam hal Budaya, seperti penggunaan Kemenyan atau Dupa dalam acara Tahlilan dan sejenisnya sangatlah tidak asing kita temui di Madura. Begitu pula ketika sampai di Hadramaut, dalam setiap acara perkumpulan baik itu Tahlilan, Khataman, Akikahan, Maulid dan sejenisnya, warga Hadramaut selalu menggunakan kemenyan atau yang mereka kenal dengan istilah Bukhur atau Lubban yang tak lain fungsinya adalah untuk pengharum ruangan. Begitu pula yang tak asing bagi kedua wilayah yang sama-sama beriklim panas tersebut (Hadramaut dan Madura) adalah kehadiran Teh dan Kopi dalam setiap perkumpulan.

Hanya saja hal yang sangat mencolok di Hadramaut adalah tiadanya wanita pergi ke Masjid dan Musholla, hal ini tak lain karena Adat Hadramaut yang sangat dianggap sebagai hal yang tabu jika ada perkumpulan laki-laki dan perempuan dalam satu tempat walaupun itu Masjid. Hal ini juga sempat terjadi pada masa mudanya ibu saya di Kampung, di mana Kyai dulu melarang wanita mendekat ke Musholla begitu juga Masjid hingga tiba masanya Kyai saya yang melanjutkan pengayoman Ummat dari Kyai sebelumnya yang tak lain adalah Ayah dan Kakek beliau, hanya saja beliau memperkenankan para wanita untuk melaksanakan Ibadah di Masjid dan Musholla.[]
Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Mahasiswa Fakultas Syariah - Imam Shafie College, Hadhramaut - Yaman.

0 Response to "Inilah Kesamaan Budaya Antara Hadhramaut Dengan Madura"

Posting Komentar