Sebutir Hikmah Kunjungan Habibana Umar bin Hafidz

Habibana Umar bin Hafidz
Dua hari rasanya tak cukup untuk menggali mutiara ilmu dari Habib Umar bin Hafidz. Meskipun dalam waktu yang singkat, namun keberkahan nampak terasa. Bak Hujan di tengah kemarau yang panjang, hati ini menjadi luluh oleh karena nasehat - nasehat Beliau. 
Dan sekarang, Habibana telah meninggalkan Indonesia. Dalam kepergian sang Murabbi Ruhi tersebut meninggalkan berbagai atsar (dampak dan pengaruh) pada kita semua dan pada para pengikut dan pencintanya di negeri ini, dari nasehat nasehat beliau yg sangat penting admint (zaenal arifin) coba merangkum tuliskan dibawah ini mudah-mudahan bermanfaat bagi saya dan kita semua

Pertama, guru mulia tekankan kepada kita semua agar jangan sampai tertipu dengan segala harta benda yg dimiliki oleh orang kafir, karena yang memiliki kekuasan hanyalah Allah semata, segala apa yang mereka punya bahkan perusahaan airpun tidaklah dapat disombongkan karena dengan izin Allah swt, Rasulullah saw dapat memancarkan air dari jemarinya dan dapat memenuhi keperluan 1500 orang, bahkan kata Anas bin Malik, andaikata 100,000 orang pun akan tercukupi, sedangkan mereka (kafir) tidak dapat berbuat yg demikian.

Kedua, Datangnya musibah karena perkara Riba sudah dilakukan dengan terang-terangan. Berapa banyak muktamar ataupun simposium dilakukan tidak dapat menyelesaikan masalah ummat. Rasulullah saw bahkan terang terangan menyatakan perang dengan riba dan para pelakunya. (astagfirullah...)

Ketiga, Pentingnya meminta ridho kepada Allah swt,orang yg bahagia dimalam ini adalah yg berhasil mendapatkan Ridho Allah swt,seperti halnya dzul bijadain di zaman Rasulullah saw yg berani menukar seluruh hartanya hingga menyisakan dua pakaian yg lusuh saja hanya semata-mta mengharap ridho Allah Swt, alangkah beruntungnya dzul bijadain di sa'at meninggal sampai Rasulullah saw turun sendiri ke lubang kuburnya,, subhanallah..

Dari sedikitnya tiga hal penting diatas,dapatkah kita mengambil atsar/pengaruh untuk menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari

Ada beberapa kelompok dengan atsar berbeda-beda setelah yg mulia habibana pulang kembali ke Tarim.

Ada kelompok yang sibuk dengan kegiatan habibana,mengganti profil dengan habibana,hingga memposting poto2 habibana namun itu semua dengan semangat hanya sekedar ingin dekat dengan sang Murabbi Ruhi.
Mereka merasa puas dengan berfoto bersama Sayyidul Habib atau mencium tangan beliau walau kerap kali sampai harus saling mendorong saudaranya yang lain bahkan sampai menyakiti tubuh sang Murabbi Ruhi.
Sayangnya setelah hajatnya terpenuhi, mereka ini kembali seperti asalnya,tidak dapat mengambil hikmah dari nasehat habibana,yang menggunjing tetap menggunjing, yang terlambat shalat tetap terlambat sholat.yang suka pinjam duit ke bank, koprasi atau renternir tetap dilakukan, padahal habibana sangat jelas melarang melakukan riba,

Jika kita termasuk yang demikian maka ketahuilah kita termasuk orang-orang yang merugi.. NastaghfiruLLAAHal ‘azhim.

Ada golongan lain yang lebih parah dari itu, mereka berlomba mendekati, mencium tangan atau bahkan mengundang sang Guru Mulia hanya demi untuk membesarkan diri pribadinya, agar dianggap mulia oleh manusia yang lain, sehingga ia lebih membesarkan nama mereka sendiri ketimbang Sang Guru. Sang Guru Mulia dijadikan alat untuk menganggap diri sangat mulia hanya demi kepentingan hubbuz zhuhur (senang dipuji), riya’ (senang dilihat orang), sum’ah (senang didengar orang), yang semua demi kepentingan dunianya semata. Orang-orang ini adalah orang-orang yang tdk bernasib baik terkait dgn kemuliaan beliau.. NaudzubiLLAAHi min dzalika.

Ada pula kelompok ketiga, adalah mereka yang amat tulus mencintai sang Murabbi Ruhi, khusyu’ mengaminkan doa beliau, menangis mendengar arahan-arahan beliau dan bersemangat mengubah dirinya, walau mungkin mereka tidak sempat mencium tangan atau berfoto dengan sang Murabbi Ruhi, bukan karena tidak mau, tapi karena khawatir menyakiti beliau yang selalu diserbu orang banyak.
Mungkin mereka ini hanya sempat duduk dipojok-pojok yg jauh, tapi hati mereka terpaut dengan sang Murabbi Ruhi, nafas mereka seirama dengan lantunan doa sang Murabbi, hati mereka tunduk pada pencipta-NYA seperti tunduknya sang Murabbi, dan batin mereka naik ke langit mengikuti naiknya jiwa sang Murabbi untuk hanya bersimpuh menghamba pada sang Maha Rahman pencipta mereka semua.
Selanjutnya pulang ke rumah dengan membawa ilmu dan bersungguh sungguh mengamalkannya,tidak hanya sekedar menangis bertaubat di depan habibana saja,tetapi mulai menjaga diri dari semua maksiat,menjauhi riba,menjaga silaturrahmi dan beramal ikhlas hanya semata mencari ridho Allah swt,

Mereka inilah orang orang yg beruntung sebagaimana yang digambarkan bahwa Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”.
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?!”.
“Lalu bagaimana Anda bisa melihat-Nya?!”, tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati seorang yang tunduk sujud sepenuhnya kepada-Nya”.

Imam Qusyairi mengatakan, “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.

Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan”.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “Mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya.

Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.

Semoga kita semua termasuk golongan ini, dan semoga kita dijauhkan dari kelompok yg menipu akhirat demi kepentingan dunia,
Amiin Amiin Amiin Yaa Rabb,,

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)

0 Response to "Sebutir Hikmah Kunjungan Habibana Umar bin Hafidz"

Posting Komentar