Kisah di Penghujung Semester

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”

Pemeran utama : Sarifudin sebagai aku, kadang dipanggil Gap oleh Majid
                              Faisal Majid sebagai Majid
Mohon ijin, dalam cerita kali ini ada beberapa nama orang yang terlibat seperti Wijay, akh Oki, Irevan, Dicky, Ilzam, Samsul, Safaat, Hersa, Syaiful, Mahen, Agil
Kesemuanya itu aku libatkan karena memang terlibat. Heheh J

Kisah di Penghujung Semester
Ini adalah sebuah kiasah antara aku dengan salah satu sahabatku, Faisal Majid. Kisah ini bagiku sangat berkesan mendalam, karena apa? Karena substansi dari kisah berikut sangat berkualitas bagiku pribadi.
Sahabatku Faisal Majid,Andai kau tahu... cerita ini kurangkai mulai pukul 00.00 pada 30 Januari 2012. Tujuan daripada dibuat cerita ini tak lain hanya sekedar keinginan hati nuraniku agar kisah ukhuwah kita dapat melegenda hingga nanti. Untuk semua, silahkan simak kisahnya baik – baik.
Sabtu, 27 Januari 2012 kuliahku sudah mulai libur semester. Namun aku belum memutuskan pulang kampung karena ada beberapa hal yang ingin aku siapkan sebelum libur akhir semster satu ini. Tak beda dengan sahabatku, Faisal majid. Dia pun juga belum pulang ke kampung halamannya, Pati. Tapi aku tak tahu alasan kenapa dia belum pulkam. Malam itu, kami baru saja mengadakan mentoring di simpang lima bersama empat orang dari kelompokku. Sepulang dari mentoring, sekitar pukul sebelas malam, aku memutuskan untuk tidur di  kos si Majid, karena besok paginya kami berencana ingin lari pagi. Waktu itu, di kosnya sudah ada tidur  wijay dan satu temannya. Demi menghormati tamu(kata Majid) dia rela tempat tidurnya diberikan kepadaku, sedangkan dia tidur di kamar sebelah yang kosong di tinggal mudik penghuninya.
Keesokan harinya,.....
Sabtu, 28 Januari 2012
Karena malam itu aku tidurnya terlalu malam sekitar 00.00 aku bangun sedikit kesiangan, sekitar pukul 05.30 WIB. Dan ternyata akulah orang yang bangun dahulu sebelum majid,wijay,dan satu temannya. Otomatis rencana lari pagi kita gatot. Tak ada kegiatan pengganti lari pagi, dan akhirnya kami tak mempunyai kegiatan di hari itu. Untuk mengisi waktu senggang tersebut, kami membuat mie rebus sambil nonton televisi, mainan laptop. Si Majid make laptopku bermain Plants Vs Zombie, sedang aku dengan laptonya browsing cari cari artikel islam. Sementara si wijay masih berbaring di ranjang menikmati kegalauannya. Saat asyik bermain dan  bergurau ria, tiba-tiba Majid mendapat sms dari akh Saiful, katanya disuruh untuk menemui di kosnya(yang mana beliau satu kos denganku). Barulah dia mandi dan bersiap siap untuk menemui akh Saiful. Karena aku juga belum mandi, sekalian kami melenggang menuju ke kosku, sedang si wijay dibiarkan ditinggal di kosnya meratapi kegalauannya. Saat itu, di kosku ada beberapa orang (akh Oki, Irevan, Dicky, Ilzam, Samsul, Safaat, Hersa, Syaiful). Mereka sedang asyik dengan kegiatannya masing-masing. Akh Syaiful, sedang sibuk mengganti air aki motornya. Dicky, si gendut sedang enak males males kucing, akh Safaat gak tau sedang apa di kamarnya, tak terdeteksi olehku, Samsul yang sedang siap-siap mau berangkat kuliah, karena memang pada waktu itu sebagian mahasiswa Polines masih ada yang melaksanakan UAS, Akh Hersa yang sibuk di depan laptop. Gak tau apa yang sedang dikerjakan. Dan beberapa orang lainnya sedang asyik berada di kamar 8 nonton video. Kami langsung cari posisi yang tepat ikut berkerumun di kamar 8. Setelah beberapa saat, akhirnya si Majid di panggil akh Ipul, perihal sms pagi itu. Dan karena acara nonton nonton sudah selesai, aku pergi mengambil handuk hijau langitku untuk mandi. Selesai mandi, kulihat si Majid ada di kamarku sedang asyik mainan laptop dan sebuah buku putih tebal berjudulkan “Raja .....” tergeletak di sampingnya. Ternyata, tujuan dipanggilnya si Majid oleh akh Ipul tak lain adalah ingin meminjamkan sebuah buku yang isinya mengenai kewirausahaan.
Sabtu pagi yang terang tersebut, kami tidak punya kegiatan bermanfaat sama sekali. Sebenarnya aku sudah mempunyai planing untuk mengisi waktu luang, namun karena kondisi waktu itu aku masih bersama Majid, aku tunda dulu planingku, untuk bisa membuat kegiatan yang dapat dilakukan berdua. Kala itu, aku diajak si majid untuk main PS, namun karena aku gak suka dengan PS (gak iso masalae..hehehehe), meskipun dia memohon mohon, meronta ronta penuh harap, dengan kekeh aku tidak mau. Bener bener garing pagi itu. Yah, karena dari pagi belum makan Nasi, demi mengisi kekosongan waktu dan perut, kami pergi ke warung Salaman. Di sana kami ngobrol ngobrol asyik, dan tercipta satu ide untuk mengisi waktu agar bermanfaat, yaitu pergi ke Bazaar Buku “Gramedia Padanaran”. Yaa, selepas makan pagi itu, kami langsung kekeh mengisi waktu luang kami untuk pergi ke Gramedia Pandanaran. Aku langsung menuju kosku untuk ganti baju, sementara si Majid juga mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah aku siap dengan pakaian serba hitamku(pakaian yang malam itu aku kenakan untuk mentoring), aku langsung meluncur ke tempat si Majid. Ternyata dia sedang sibuk dengan cucianya. Yaa..katanya Cuma direndem dulu. Yaudah, aku tunggu dia sambil nonton tivi. Iseng2 aku tanya si wijay untuk ikut ke Gramed. Ternyata dia merespon dengan antusias. Aku tunggu dia, yang katanya mau mencari makan pagi dulu. Sementara majid sudah selesai, sambil nunggu si wijay kami mengadakan mentoring khusus(hehe..isinya tentang curhatan kita berdua). Untuk diketahui saja, kita mempunyai mentoring khusus tersebut yang memang dikhususkan untuk aku dan si majid. Kadang kita membicarakan agama, tentang kehidupan remaja, sharing, curhat, dan lain lain..Pokoknya apapun bisa kita bicarakan saat aku dan si Majid bertemu(*yang jelas bukan bergosip). Setelah semuanya dirasa cukup, kami pastikan si wijay di kamarnya tentang kemauannya ikut kita ke Bazaar. Tapi ternyata, dia mengurungkan niatnya. Entah dengan alasan apa, mungkin karena masih dirundung kegalauan, hingga hatinya tak stabil. So what, kita tinggalkan wijay beserta peliaraanya, si galau. Kami menghadang bis di dekat kosnya Majid. Sebelumnya kami tidak tahu menahu Gramed Pandanaran tuh sebelah mana. Alhamdulillaah, ada sedikit petunjuk. waktu kami mengadakan mentoring di simpang lima, aku membaca ada kata “pandanaran” tertulis di alamat masjid Baiturrahman(simpang lima). Dan dengan itulah, aku beritahukan kepada majid bahwa Daerah pandanaran berada di kawasan Simpang lima. Tanpa ragu-ragu kami naik bus jurusan simpang lima dan berangkat..
Sekitar pukul dua belas kami tiba di daerah simpang lima, dan kami diturunkan agak jauh dari pusat simpang. Kala itu, kami bingung mau berjalan ke arah mana kaki ini melangkah. Karena jujur, kami sama sekali tidak tahu Gramedia Pandanaran sebelah mana. Alhamdulillaah, seketika itu kami mendengar suara adzan dzuhur berkumandang. Aku rekomendasikan kepada sahabatku, si Majid untuk shalat dzuhur terlebih dahulu di Masjid Baiturrahman, sekaligus memastikan apakah benar Tulisan Pandanaran ada di alamat Masjid Baiturrahman(*karena pada waktu itu, aku masih sangsi juga). Dengan langkah yang penuh semangat dibawah teriknya mentari semarang yang tepat diubun ubun, kami menuju masjid Baiturrahman untuk shalat berjamaah yang kedua kalinya. Saat berada di depan plang nama masjid Baiturrahman, aku lega. Daerah pandanaran memang berada di kawasan Simpang Lima.
Setelah shalat berjamaah selesai, karena cuaca Semarang yang masih panas kami beristirahat, tidur tiduran di masjid. Sambil istirahat, dengan inisiatifku sendiri, tanya kepada temanku si Mahendra.salah satu teman kelasku, yang notabene sudah tahu tentang Semarang. Aku Sms dia
Dalam Sms (dimulai pukul 12:25:15)
Aku      :”Hen Gramed Pandanaran sebelah mananya simpanglima?”
Mahen :”Ha? Ya kmu cari jalan ke pandanaran”
Aku      :“Ya, di Masjid Baiturrahman Simpanglima, kan jalan pandanaran to?”
Mahen :”Iya., itu terus aja, kalo dari simpang lima masuk ke jalan pandanaran, gramed kanan jalan. Skitar 500-700meter dari masjid
Aku      :”Kita dari masjid, ke kanan atau ke kiri?”
Mahen :”Kamu masuk jalan pandanaran aja. Ga bisa ke kanan lah, di simpang lima. Jangan nglawan arus. Jadi muter dulu”
Aku      :”Lawong jalan pandanaran aja gak tau. Aq sekarang ada di masjid.. Terus aq kalo mau ke jalan pandanaran kemana arahnya?”
Mahen :”Kmu muter simpanglima to, cari arah tugumuda, itu jalan pandanaran. Pokoknya, kamu masuk jalan itu, kalo jarak 100 ada indosat center,berarti bener.
Aku      :”Ok, I see Thaks”
Mahen :”Pokoknya jangan melawan arus”
Aku      :”Siap”
Dari pembicaraan sms di atas, bisa dilihat bahwa si “Aku” sempat bingung dengan petunjuk yang diberikan Mahen. Masa kita harus muter simpanglima dulu,lawong kita aja jalan kaki. Setelah aku telaah dengan si Majid, ternyata petunjuk yang diberikan Mahen khusus untuk yang berkendara sepeda motor. Memang benar, saat kita berkendara di Simpanglima, kita tidak boleh mengendarai motor dengan melawan arus, kita harus muter jika ingin balik arah.hahahhahahhaha
Setelah mendapat kata kunci “cari arah tugumuda, itu jalan pandanaran. Pokoknya, kamu masuk jalan itu, kalo jarak 100 ada indosat center,berarti bener”, akhirnya petunjuk sudah kami dapatkan. Smsan diakhiri pukul 12:46:59 dan kami langsung take action. Keluar dari masjid, arah kita ke kanan(bagi pejalan kaki, muter dulu bagi pengendara sepeda motor) selanjutnya belok kanan, berjalan sekitar 100 meter. Nyampai.
Di Gramedia (to be Continued)
Pengetikan dihentikan pukul 02.19 pengarang langsung tidur dan akan dilanjutkan
 kemudian hari

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”
Pengantar
Bismillaah, pada hari ini Selasa, 31 Januari 2012 pukul 0:50 perangakaian kisah kami, akan aku lanjutkan, dengan  tempat yang berbeda. Kini pembawa cerita berada di kampung halaman tercinta, Rejowinangun. Kenapa aku pilih tengah malam seperti ini, selain karena barusan bangun tidur dari istirahatku tadi, juga karena di tengah malam seperti ini banyak inspirasi yang datang dari segala penjuru masuk ke dalam otakku, sehingga dalam perangkaian kisah menjadi lebih natural dan tidak mengada ada. Bismillaah,, aku lanjutknan kisahku dengan sahabatku, Faisal Majid saat mengisi liburan kemarin.
Di Gramedia,
Dengan langkah penuh semangat, kami langsung menuju ke TKP. Ternyata TKP tidak sejauh yang aku kira. Lokasi daripada Gramedia Pandanaran tidak jauh dengan Masjid Baiturrahman. Tadinya aku berfikir, kalau ingin menuju ke Gramed tersebut kita harus naik trans Semarang. Dan ternyata TIDAK, saudara saudara.
Sesampai di dalam bazar tersebut, Luar biasa banyak sekali buku yang di gelar. Dari ujung utara hingga ujung selatan.  Kami sempat bingung dibuatnya, mau cari yang mana. Karena dari awalnya kami tidak punya tujuan yang spesifik pergi ke Bazar Buku, hanya sekedar lihat lihat saja. Tapi meskipun lihat lihat, kami bingung harus lihat buku yang mana. Selain dibuat bingung, kami juga dibuat galau. Harga harga dari buku yang dipamerkan tersebut relatif murah murah, hingga dari hati yang paling dalam rasanya ingin memiliki dari setiap buku yang aku baca. Whateverlah, karena memang tujuan kami hanya untuk lihat lihat, so aku memendam keinginan batinku untuk memiliki buku tersebut(*padune ra ndue duit ya’e). Kami menyusur dari selatan ke utara. Mayoritas buku yang aku lihat tentang IT dan juga tentang keislaman. Sedang si Majid, aku gak tahu apa yang dia cari dan baca.
Lama sekali kami berada di bazar buku tersebut, hingga karena merasa capek dan di lokasi bazar tidak ada tempat baca, si majid mengajakku untuk masuk ke dalam Gramedia. Oke, aku turuti dia(*sekalian ngadem ning njero). Kami pun masuk. Kami melihat lihat isi yang ada di lantai satu. Dan mata si Majid tertuju pada stand alat musik. Wah, ini ni. Di tempat ini dia dibuat gila dengan gitar gitar yang tersedia. “Wah, dhin apik banget. Pengin banget. Iki dhin..wahh.ngumpulke duit sek nek ngene.”. Bermenit menit kami hanya terpaku di tempat alat musik tersebut, hingga aku bosan (karena pada dasarnya aku gak tertarik dengan semua yang dipamerkan tersebut). Tapi bagaimana dengan Majid? ternyata dia masih saja terhipnotis dengan semua gitar gitar yang ada, sampai sampai ingin aku tinggal dia ke lantai 2, tempat buku buku berada. Akhirnya, setelah tertahan 15 menit ditempat alat alat musik, si Majid mau untuk naik ke lantai 2.
Maknyes,,, dilantai 2 sama seperti yang aku harapkan. Adem, tenang dan gak berjubel. Kami tujukan pertama kali ke tempat buku islami. Dengan santai, kami lihat lihat buku islami, banyak buku disana. Entah karena petunjuk dari Allah atau bukan si Majid menemukan buku tentang Masjid Masjid terbesar di Dunia. Wah, langsung dia sikat buku tersebut dan kami melihat lihat gambar demi gambar dari masjid tersebut. Untuk antum ketahui saja, salah satu dreamlist dia, yaitu bisa mengunjungi dan shalat di masjid masjid besar di Indonesia dan Dunia. Nah, berawal dari situlah dia mencari profil Masjid Agung Jawa Tengah(MAJT). Kami lihat kemegahan MAJT, hingga terbersit keinginan untuk mengunjungi Masjid tersebut. Dan karena aku sendiri bahkan Majid mempunyai keinginan yang sama, saat itu juga kami merencanakan untuk pergi ke MAJT, di hari itu juga. Awalnya, aku bicarakan kepada Majid agar kita pulang dulu dan nanti ke masjidnya memakai motor biar gampang nyari nyarinya. Tapi setelah difikir fikir, Majid berpendapat “kenapa gak langsung sekalian? Kan biar irit ongkos dan waktu?”. Setelah diskusi menemuai kesepakatan, maka kami merencanakan untuk pergi ke Masjid Agung Jawa Tengah, di hari itu juga.
Waktu sudah beranjak sore, aku dan Majid turun dari Gramed lantai 2 menuju Masjid Baiturrahman lagi, untuk menunaikan shalat Ashar. Di perjalanan menuju masjid, kami membicarakan ulang mengenai rencana ke MAJT.
”Piye, tenan rak meh ning Masjid Agung” tanyaku.
“Tenan lah. Dimana ada niat disitu ada jalan, wah edyann..pul banget” jawab majid.
”La kan rak ngerti dalane maring Masjid Agung”sahutku.
“Takonlah, ndue cangkem nggo ngopo”Timpa majid dengan sengaknya.
”Hahaha..ayyaya..jal mengko tak sms kancaku”Jawabku
Berhubung adzan ashar belum berkumandang, kami putuskan untuk mencari pengganjal perut yang sedari tadi belum diisi. Terputuskan oleh kami, untuk menjajal semangkuk es campur. Slurp kami santap dengan mukadimah basmalah.
Adzan berkumandang, kami bayar es campurnya dan menyegerakan untuk shalat Ashar. Seusai shalat Ashar, kami istirahat kembali di masjid Baiturrahman, di tempat yang sama seperti tempat istirahat kala siang itu. Sambil tidur tiduran, kembali kami mencari info ke Masjid Agung. Orang pertama yang aku tanya adalah Mahen.
Dalam Sms
Aku        :”Hen, nek dari Gramed  mau ke Masjid Agung Semarang, pake bis yang apa?”(ke Maher IK-1B. Terkirim 15:31:08 28/01/2012)
Mahen   :”Wah ga tau aku, tanya Agil. Ga apal kalo ke Masjid Agung”(Pengirim :Maher IK-1B diterima 15:33:30 28/01/2012)
Akupun langsung tanyakan ke Agil, salah satu teman kelasku juga, yang domisilinya asli semarang.
Dalam sms,
Aku        :”Gil, kalo qta dari gramedia pandanaran mau ke masjid agung jateng naek bis apa ya?”(ke: Agil IK-1B Terkirim 15:49:27 28/01/2012)
Lama sekali si Agil tidak menjawab sms tersebut, karena terlalu lama akhirnya kami tertidur sejenak di Masjid Baiturrahman. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 sms ku pun belum terbalas. Akhirnya kami beranjak dari peristirahatan kami, untuk kembali ke Gramedia. Kenapa ke gramedia lagi, karena ada temanku yang pesen di belikan buku. Di perjalanan menuju Gramed nampaknya Majid merasa sedikit putus asa,
“Piye dhin, bolomu wis njawab”tanya Majid
“durung e”Jawabku.
“Njuk piye”tanya Majid.
“Takonlah, ndue cangkem nggo ngopo”jawabku meledek.
Karena tak ada balas dari Agil, kami pun tanya ke tukang becak. Dan alhamdulillaah, ada tukang becak di depan Gramed.
“Badhe tangled pak, nek badhe ning masjid Agung angkote nopo nggih pak”, tanyaku halus,
“Nek seko kene, numpak o angkot kui(sambil menunjuk angkot orange yang sedang berjalan) medhun perempatan bangjo nggajah. Seko nggajah, numpak angkot tekan masjid agung” jawab tukang becak dengan semangat logat semarangan.
“o..mboten saged langsung ning Masjid Agung, nggi pak”, kataku
“Ora..kowe medhun nggajah sek, terus bar kui numpak angkot maneh”
“nggih,nggih pak. La,kinten2 pinten niku pak tarife”
“nek tekan nggajah telung ewu”,
“O..nggih pak.. kesuwum pak”,
Dari petunjuk tersebut, kami menjadi semangat. Ada harapan untuk pergi ke Masjid Agung. Namun, kami tetep ke gramed dulu mencari buku permintaan dari temanku. Akhirnya aku temukan sebuah buku karangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berjudul “al-Ghunyah Mencari Jalan Kebenaran 1”. Meskipun buku tersebut sudah ketemu, namun aku dan Majid tetep masih lihat lihat buku. Kali ini, aku fokus mencari buku yang berhubungan dengan informatika tentu saja yang masuk dalam kurikulum, sedangkan Majid fokus cari buku tentang AutoCad. Cukup lama kami di gramed. Hingga tak sadar, waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Dan sungguh tidak disanggka, sore itu turun hujan lebat sekali. Sempat menggoyahkan niat kami pergi ke Masjid Agung.“Haduh jid, udan ki,,piye sido rak”tanyaku. Namun si Majid tak menjawab pertanyaanku tersebut entah karena pesimis ato apa aku nggak tahu. Alhamdulillaah, hujannya reda meskipun masih ada rintik rintiknya. Langsung aku bayar buku permintaan temanku tersebut, dan kami keluar dari bazar.
“Piye jid, udan kie wis sore maneh. Piye sido rak??”,
“La menurutmu piye”tanya majid ragu
(aku terdiam sejenak, ditanya malah nanya)
Karena jawaban si Majid adalah sebuah pertanyaan seperti itu, itu tandanya dia ragu untuk memutuskan, sehingga keputusannya ada di tanganku. Ku fikir sejenak, dan pertimbangan demi pertimbangan aku olah. Di satu sisi aku juga ingin tau tentang masjid Agung, di sisi lain ingin membuat impian sahabatku tercapai, yaitu dengan mendatangi salah satu masjid besar di Indonesia. “Yawislah, bismillaah. Niat lillahi ta’ala” jawabku. Seketika itu, kami nuggu angkot orange. “Pak nggajah?” tanyaku. “O,,nggajah angkot 8 mas.. kae mburi” jawab sopir. Alhamdulillaah, sekitar pukul setengae enam kami meninggalkan simpang lima, menuju Masjid Agung Jawa tengah.
Setiba di perempatan lampu merah nggajah, dengan semangat kami turun dan aku melihat sebuah Spanduk Masjid Agung Jawa Tengah, di spanduk tertulis bahwa ada pembacaan maulid setiap ba’da Isya dari tanggal 27 Januari - 4 Februari. Karena itulah, semangatku menyambangi masjid agung lebih berkobar.”Jid, pokoke mengko milu acara maulidan. Oke?” responku.
Karena bingung diperempatan, harus menuju arah mana, kami pun mendatangi tukang becak yang sedang mangakal di sebrang kanan jalan.
”Pak, kalo mau ke masjid agung naik apa ya”
“Naik becak,mas”jawab tukang becak jiwa bisnisnya keluar.
“Kalo angkot ngga ada ya pak?”
“O..angkot ada, tapi kalo jam segini sudah ngga ada. Angkotnya Cuma sampai setengah enam”
“Mbecak wae mas”sahut tukang becak lain
“Jauh ngga si pak dari sini sampai Masjid Agung?”
“o..jauh,,sekitar 2 kiloan”
Aku berunding dengan Majid....
“Kalo dari sini ke Masjid agung berapa Pak?” tanya majid sang ahli nego
“sepuluh ewu lah wis”
“Wah, gak bisa dikurangi pak?” jawab majid
“Wolung ewu wis yoh, tak terke”
“Enam ribu gak bisa pak”
“Wis, wolung ewu tak terke tekan masjid”
Dengan kesepakatan berdua, akhirnya kami naik becak dari perempatan lampumerah nggajah menuju Masjid Agung Jawa Tengah.
 Di Masjid Agung(to be continued)...
Kondisi pengarang saat ini, udah pengin rebahan lagi.. so kisahnya terputus lagi
Tunggu kisah selanjutnya. Dan hari ini aku akhiri pukul 03.25.
Saatnya tidurrrrr


“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”
Pengantar
Bismillaah, aku niatkan pada hari ini untuk bisa merampungkan kisah yang dari kemarin belum kunjung kelar. Pada kesempatan kali ini berbeda dari part part sebelumnya, karena waktu perangkaian kata aku lakukan pada pagi hari, pukul 07.57 wib. Mencoba mengekspresikan sebuah cerita di waktu yang berbeda. Kalau kemarin selalu pada tengah malam, sedang sekarang pada waktu pagi hari. Semoga hasil darinya bisa natural, bisa terhayati. Dalam kondisi badan yang sedikit menurun, bismillaah, Rabu 1 Februari 2012 ku lanjutkan perjalanan kata ini.

Di Masjid Agung,
Dari kejauhan(dari dalam becak) karisma keagungan Masjid agung sudah terasa megah, kami turun dari becak, dan sempat berbincang dengan tukang becak, menanyakan arah jalan pulang yang nantinya akan kami lalui.
” Pak, dari sini, kalau mau ke Banyumanik naik apa ya ?”tanyaku.
“nanti dari sini, turun perempatan nggajah yang tadi. Dari sana, nunggu angkot dan turun di Milo.Dari Milo, ambil angkot jurusan banyumanik”jelas tukang becak.
“kalo selain lewat jalan yang tadi, bisa lewat mana lagi pak?”,tanyaku lagi
“bisa, kamu tinggal naik angkot jurusan mulawarman(*ato apa aku lupa namanya). Dari mulawarman kamu ke Milo. Dari Milo langsung ke Banyumanik.”jawab tukang becak.
“O,,jadi lebih jauh ya pak,”
“iya, mending dari sini lewat jalan yang tadi. Bisa naik becak ato angkot turun perempatan nggajah.”jelas tukang becak mengakhiri
“oo..nggih pak,kesuwun Pak”,
Majid pun langsung membayar tukang becak tersebut dengan satu lembar uang sepuluh ribuan.
“Subhanallaah. Jid...nggak nyangka kita bisa nyampe di sini”
“nggak nyangka gap tadi kita tidur di Masjid bisa, nggak nyangka nyampe disini,”..
Komentar awal kami, melihat kemegahan Masjid Agung Jawa Tengah. Namun, ada sebuah pemandangan yang menurut saya merusak kesucian tempat tersebut. Daerah kawasan Masjid tepatnya pelataran Masjid agung, dimanfaatkan para pemuda pemudi untuk berduaan. Ntah, dengan motif apa aku sendiri tak tau. Tapi bagiku itu tak pantas untuk dilakukan di daerah masjid.
Kami tiba di MAJT sekitar pukul 18:07:33 WIB. Karena pada waktu itu adzan maghrib belum berkumandang, kami sempatkan untuk foto foto. Sayang, hapeku pada waktu itu sudah lowbatt akhirnya dengan terpaksa kami mengabadikan momen tesebut menggunakan hape si Majid. Wah, luar biasa decak kagum ku terhadap arsiterktur MAJT. Begitupun si Majid, terlihat rona gembiranya bisa hadir di MAJT. “Jid, kita harus naik menara ini jid”.kataku. “ayo saiki”lontar si Majid. “yo mengko ah, durung maghrib. Mengko bar maghrib”jawabku.
Adzan pun berkumandang. Kami, masih saja melihat lihat dan foto foto. Lokasi kami sekarang berada di bawah payung hidrolik, payung yang akan di kembangkan setiap hari jumat. Usut punya usut, ternyata arsitekstur semacam ini mengadopsi dari Masjid nabawi, di Madinah. Wah, luar biasa. Masjid nabawinya orang semarang.
Karena baru pertama kali kami menginjakkan kaki di Masjid Agung, tempat wudhunya pun kami belum tahu. Dua langkah aku sudah memasuki masjid, “Jid, tempat wudhune ngendi”bisikku. “Ayo metu sek ah, nurut jamaah lio”bisik si Majid. kami pun keluar lagi, menampakkan wajah seolah olah bukan orang yang kebingungan. Kami membuntuti jamaah lain. Dan alhamdulillaah, tempat wudhunya ternyata tersembunyi di bawah lorong masjid. Aku pun terkagum kembali (*karan wong ndeso apa pie mbuh radong) disuguhkan tempat wudhu yang luar biasa megah itu.
Seusai wudhu, aku menapaki dua tangga untuk bisa merapat di barisan shaff terdepan. Shalat maghrib berlangsung. Entah apa penyebabnya baik aku maupun si majid, merasakan ketenangannya dalam melaksanakan shalat maghrib di tempat itu. Sang imam sangat fasih dan tartil memimpin shalat. Hingga seusai shalat,saat wiridan, aku lihat sosok sang imam. Timbul dari hati terdalam dariku untuk bisa bertabarukkan dengan beliau. Namun, niat itu terhalang dengan kondisi pakaian ku. Aku yang pada waktu itu hanya memakai baju itam lengan panjang dan celana jeans pensil, merasa tidak sopan harus bersalaman dengan beliau. Dan ini sebagai pelajaran bagiku, nilai yang bisa diambil dari itu. Menghadap manusia alim ulama dengan pakaian seperti itu saja merasa tidak sopan, apalagi menghadap sang Kholiq yang Maha Suci nan Agung. Dari situ, aku mengoreksi diri. Namun karena kondisi, dan memang pada awalnya tidak ada maksud untuk pergi ke Masjid Agung dan berjamaah disana, yaa..pakaianku pun tidak menyesuaikan. Semoga Allaah, mengerti atas hamba-Nya. Seusai shalat maghrib, karena belum puas shalat di tempat itu, kami laksanakan shalat sunah rawatib. Khusuk, dan khusuk.
Kami keluar dari masjid. Membincangkan pengalaman spiritual saat melaksanakan shalat di Masjid tersebut. Sekali lagi, baik aku dan Majid mengakui bisa merasakan kekhusukan dan ketenangan dalam melaksanakan shalat maghrib.
(penulisan ditinggalkan sejenak, dipanggil bapake. Ternyata ada jajan dari pasar. Mamake barusan pulang dari pasar)
Bismillaah. Meskipun kondisi lingkungan yang berisik aku lanjutkan untuk bisa merampungkan kisah ini.pukul 09.00 Wib dimulai kembali
Kami keluar dari masjid. Membincangkan pengalaman spiritual saat melaksanakan shalat di Masjid tersebut. Sekali lagi, baik aku dan Majid mengakui bisa merasakan kekhusukan dan ketenangan dalam melaksanakan shalat maghrib. Kami jalan jalan, menikmati senja di masjid agung. Terlihat lampu lampu kota yang berpadu menyuguhkan pemandangan yang indah. Kami turun dari pelataran, ku lihat kanan kiri banyak pengunjung yang lalu lalang, pengunjung yang foto foto. Pengunjung yang berpadu kasih. Semuanya menyemarakkan senja itu.
Kami teringat, dengan niat awal kami tadi. Untuk bisa masuk dan naik menara masjid agung tersebut. Awalnya si ragu antara boleh atau tidak, karena kami fikir menara tersebut diperuntukkan dan dibuka hanya pada siang hari. Ternyata tidak. Setelah kami mendekat, dan melihat jadwal buka nya, panitia melayani hingga pukul 21.00. Kami pun langsung bergegas membeli tiket. Terlihat di depan lift sudah ada beberapa orang yang berdiri sejajar, menunggu antrian. Kami bayar tiket naik menara sebesar 5rb rupiah/orang. Hal yang menjengkelkan pada waktu itu,yaitu petugas tiket sangat ketus. Nyukini tenan. So what, kami lupakan petugas tersebut semoga diberi kelembutan hati agar bisa melayani pelanggan dengan ramah. Kami pun langsung bergabung dengan beberapa orang yang sedang mengantri di depan lift.
Beberapa menit kemudian,.....
Kami nyampe dilantai 19. Dan disitulah tujuan akhir saat berada di menara. Subhanallaah, tahukah bagaimana expresi seorang Faisal Majid, sahabatku. Wah, dia girang bukan main. Senang luar biasa, hingga aku meyadarkan dia “eling jid, eling”.Kalau aku si biasa aja. Hehehe. Tapi memang dari atas terlihat pemandangan kota semarang di malam hari yang menakjubkan. Suhu yang dingin di atas menara menambah kekhidmatan kami dalam merasakan keindahan tersebut. Apalagi, jika kita bisa menggunakan teropong yang tersedia di tempat tersebut. Akan lebih fokus, kita melihatnya. Namun sayang, pada waktu itu sedang tidak digunakan, karena alasan teknis. Kami berkeliling keliling di menara tersebut, melihat sudut demi sudut keindahan kota semarang.
Setelah beberapa menit, dan merasa cukup untuk memanjakan mata, kami putuskan untuk turun, mencari makanan demi perut yang kosong itu. “pie jid, meh mangan ning endi? Warteg po”tanyaku. “ojo ah, kucingan wae” jawab Majid. Kami cari cari, dan akhirnya ada stand kucingan yang pas dan tempatnya pun nyaman. Aku ambil dua bungkus nasi kucing dan pesan satu gelas teh anget begitupun Majid. Sembari makan, dan menuggu shalat isya’ aku memandang keadaan di sekitar masjid. Malam itu, bak pasar malam yang sarat akan penjual penjual. Luar biasaa. 
Sepertinya perut belum bersahabat. Masih kurang. Yasudah, aku ambil satu bungkus ditambah satu gorengan lagi. Makan belum selesai, adzan isya’ sudah berkumandang. Tapi, kami tetep melanjutkan makan malam kala itu.
“ayo jid, wis komat yae”kataku.
Kami bergegas membayar kucingan tersebut
“Nasi tiga bungkus, gorengan satu teh anget. Berapa Pak” tanyaku
“pitung ewu mas”jawab sang penjual kucingan
Aku bayar, dan langsung dengan langkah dipercepat kami menuju tempat wudhu yang kini sudah tidak bingung lagi. Guna mencari pengalaman, Majid mengajakku untuk mencoba masuk toilet masjid tersebut. Oke. Aku ke WC. Masuk, dan komentarku si meskipun dari depan toiletnya modern, unsur tradisional ala pondok pesantren tidak dihilangkan. Dalam WC, terdapat d’jamban yang model jongkok, dan di sebelah d’jamban tersebut ada tempat yang berlubang, bagi yang tahu tempat tersebut sebenarnya digunakan untuk kencing. Jadi, posisi kita saat kencing dalam keadaan jongkok bukan berdiri, guna menghindari percikan air seni ke badan atau ke celana kita, sehingga badan ataupun celana kita terjaga dari najis. InsyaAllaah.
Keluar dari toilet, beranjak wudhu. Yaa. Sayang saat kami masuk ke masjid, shalat isya sudah selesai. Dengan terpaksa, kami membuat shalat jamaah sendiri. Berlaku sebagai imam, aku berdiri di depan. Bismillaah.
Seusai shalat, kami (aku dan majid) lebih mendekat perkumpulan orang orang yang akan mengadakan Maulid. Dalam kesempatan kala itu, dibacakan maulid diba’i. Wah, gantian aku yang sangat gembira sekali. Bisa kumpul di Roudhlotul Jannaah.. hehehhe..saat mahalul qiyam aku rasakan benar benar hanyut dalam bacaan maulid. Sempat ku teteskan air mata kala itu. Subhanallaah. Alhamdulillaah, point yang patut disyukuri juga, padahal niat kami kala itu hanya ingin ikut shalawatan bareng, namun kami ikut kebagian rejeki, (enthuk snack). Subhanallaah.
Shalawatan selesai pukul 21.00 WIB. Bagiku itu sangat singkat sekali, karena  biasanya saat shalawatan bareng Habib Syech hingga berjam jam. Namun sekarang sangat singkat. Setelah aku tahu, ternyata Maulid Diba’i memang lebih singkat daripada Maulid Simthuddurroor yang biasa dibacakan oleh Ahbaabul Musthofa bersama Habib Syech.
Keluar dari masjid, kami bermaksud untuk memakan snack yang tadi dibagikan. Kami memilih dibawah payung Hidrolik MAJT. Namun, baru satu menit duduk, tiba tiba ada petugas MAJT yang memberi warning kepada kami untuk mengosongkan lokasi Masjid, karena masjid akan segera ditutup. Wah, dalam hatiku sedikit jengkel. Tapi, karena itu aturan ya mau gimana lagi. Padahal, kita pada waktu sebelum ke masjid bermaksud akan tidur dan bermalam di MAJT, namun apadaya aturan seperti itu gak bisa dilanggar.
“Piye jid, meh bali apa meh turu ning kene? Tapi nek bali kayake transportasine susah. Wis jam songo ki”
“piye yo, po turu ning masjid pinggir ndalan sing mau kae lo”
“Opo, telpon cah wisma. Mas Ul apa akh Ipul kon mrene..hehhehehe. tapi ajalah, melatih kemandirian. Cah lanang biso turu nang ngendi wae”
“he’eh jo bergantung karo wong lio. Inilah ujian kita. Orang sukses berawal dari banyaknya ujian yang dihadapi.”
“wah, pul banget”kataku
Dan seperti itulah, sepanjang perjalanan dari MAJT menuju masjid tempat bermalam, kami isi dengan candaan candaan ala kemi berdua. Pokoknya seru.
Sekitar 1 km kami berjalan, hingga ketemu Masjid yang berada di tepi jalan. Masjid tersebut bernama Roudlotul Muhtadin. Kami masuk, kami merasa tenang karena di masjid tersebut juga ada orang yang sedang tidur. Otomatis, kalau kami tidur disana tidak dilarang.
Di dalam masjid, aku memandang. Mengamati dari ujung barat sampai ujung timur. Kondisi masjid tersebut sangat berkebalikan 180 derajat. Masjid tersebut masih dalam proses renovasi. Sepertinya, renovasinya tersendat karena kurangnya biaya. Sampai sampai aku berkata kepada Majid kala itu,” Jid, wah kita diberi pelajaran dari Allaah. Dihadapkan sebuah realita dari Allaah, agar kita bisa mengambil hikmah dari ini. Barusan kita dihadapakan masjid yang luar biasa megahnya, tapi sekarang kita berada di masjid yang bener bener berbeda dengan masjid agung. Luar biasa.”kataku. namun, Majid tak menanggapi apa kataku tersebut.
Malam mulai larut, namun aku tak kunjung bisa tidur. Sampai sampai si majid berkomentar
” ayo gap, turu..ono opo to”
“wah, aku durung tengan jid. Durung ijin karo takmir masjid kene, mengko nek diusir koyo mau wah..sakit..sakit...jid.ehhehe”
“wah..rapopo. kae wae ana wong turu. Nyante wae.entuk”
“eh jid, kelingan tausiah Ustadz Wijayanto rak, pas ning Masjid Baiturrahman. Tausiah sing tentang kucing. Kucing dikeki mangan majikane karo kucing sing nyolong panganan, mesti mangane bedo. Sing siji tenang, sing siji clingak clinguk. Nah, koyo dewe ki. Durung ijin takmir, rasane aku ki jeh kuatir jid”jawabku
Tak beberapa lama kemudian, datanglah seorang kakek tua yang membawa radio dan beraromakan balsem. Aku yakin, beliau adalah takmir masjid RM tersebut. Dengan tenang, aku tanya kepada kakek tersebut,”pak, nyuwun sewu saget istirahat ning mriiki sak malem mawon. Kulo saking banyumanik. Yen badhe wangsul mboten wonten transporte. Nembe kulo saking Masjid Agung”jelasku bertubi tubi.
“o..yo tapi wis shalat isya durung?”tanya kakek tersebut
“sampun Pak”
“yo,,kae njupuk klosone. Koe nang kono ya, aku tak nang kene”
“Nggih pak. Kesuwun”
Kakek itu, menyuruh kami untuk geser ke sebelah barat, karena posisi kami waktu itu ada di bawah stop kontak dan stop kontak tersebut akan digunakan beliau untuk menyalakan radio yang ditentengnya.“Nah, ki baru aku biso tenang jid. Eh jid, liverpool karo MU wis rampung durung. Ndang nyilih hapemu”
Meskipun sudah ijin, namun aku tak langsung tidur begitu saja. Aku masih bersandar di tembok, sambil menonton sisa waktu yang tinggal 5 menit pertandingan liverpool vs MU kala itu.
Majid sudah mulai tidur,  musik dangdut terdengar dari radio si kakek itu, sedang aku,  aku masih saja bermain dengan hape si Majid, karena hape ku waktu itu sudah mati.  Ku lihat si sahabatku ini, terlihat kelelahan di wajahnya. Aku bisa merasakan betapa bahagianya di hatinya,  salah satu impiannya bisa terwujud. Bisa shalat di masjid2 besar di Indonesia dan Dunia. Sempat dia berkata ”Gap, setelah ini kita ke Masjidil haram, masjid nabawi”kataya..”Hahah..eh kita urut kita sudah pernah jamaah di Al-huda, MDH, Masjid Agung semaraang, Majjid Baiturrahman, Masjid Agung Jawa Tengah, selanjutnya kita ke Istiqlal sek, terus masjid nabawi, Masjidil haram..waahh,,semoga saja terwujud jid..”kataku kala bergurau.
Lama aku bermain hape si Majid. hingga tak sadar, jam menunjukkan pukul 00.00 tapi aku belum kunjung tidur, entah karena apa. Aku tak tahu hati ini. Aku mulai mencoba tidur, tidur, dan tidur. Alhamdulillaah. Beberapa jam aku bisa tidur, tappi jam setengah dua pagi aku terbangun. Ada niatan untuk shalat tahajud. Namun niatan itu, luntur karena aku berfikir belum sepertiga malam. Hehehe. Aku pun tidur lagi dengan berselimutkan tikar plastik. Jam dua aku terbangun lagi, karena dikagetkan oleh kakek kakek takmir. Beliau menyibakan tikar yang aku gunakan untuk selimu. Mungkin kami tidak boleh selimutan dengan tikar,cepet rusak. Tapi yaudah, gak papa. Aku tetep pura-pura merem, agar gak dimarahi. Aku tertidur lagi. Jam tiga malam aku terbangun. Aku sempatkan untuk shalat tahajud, sementara si Majid masih dalam mimpinya. Selesai shalat, aku tidur lagi. Sekitar setengah empat lebih, aku bangunkan majid.”Eh jid, meh shalat subuh ning Masjid agung apa ning kene”tanyaku. “ning Masjid agung pa”jawab maajid. “oya, ayo nek meh ning masjid agung. Ndang tangi mengko ndak telat jamaah” perintahku. Kami pun bergegas, dan meniggalkan masjid Roudlotul Muhtadin, untuk menuju MAJT lagi, tanpa pamitan dengan kakek itu, karena pada waktu itu beliau belum bangun.
Sesampai di Masjid Agung, ternyata adzan subuh belum dikumandangkan. Kami sempatkan untuk secara amatir merekam layaknya seorang reporter yang sedang melaporkan sebuah tempat. Berlaku sebagai kameramen si Majid, dan aku sebagai reporternya. Suasana pagi itu, sangat dingin, namun dinginya pagi itu tak terasa dingin karena disertai pemandangan yang luar biasa agungnya. Beberapa menit menuggu, akhirnya adzan subuh berkumandang, kami ambil wudhu, dan shalat subuh berjamaah.
Aku merasa puas, semoga bisa berkesempatan bekunjung ke masjid ini lagi. Kami pulang dari MAJT. Dari MAJT, kami berjalan kaki hingga perempatan lampu merah nggajah. Hal itu kami lakukan untuk menggerakkan otot otot kami, meskipun sebenarnya sudah capek sekali karena dari tadi malem jalan jalan. Sampai di perempatan, kami naik angkot dan turun di MILO, dari Milo ambil angkot jurusan banyumanik dan turun di patung gajah. Dan, kami putuskan dari patung gajah berjalan hingga tembalang, kosnya FAISAL MAJID jalan kaki sambil bercanda ala kami berdua. SELESAI.

=========================================================================
Alhamdulillaah, Allaah telah memberi kesempatan dan kelancaran kepada ku untuk bisa merangkai kisah ini, tak menyagka bisa sepanjang ini. Semoga dengan ini, bisa menjadi catatan yang berkesan bagiku khususnya dan bagi kami umumnya. Dan juga tak lupa, semoga bisa menjadi inspirasi dan motivasi kepada khalayak, pembaca sekalian. Banyak salah kata mohon dimaklumkan, karena memang aku bukan seorang pujangga yang pandai merangkai kata. Salah EYD pun mohon di maklumkan. Billahi taufik walhidayyah.
Rejowinangun, 1 Februari 2012 pukul 11:23
Di kamar kesayangan,



 Jazakalamallaah Khoiran Katsiran,

0 Response to "Kisah di Penghujung Semester"

Posting Komentar